Spiritual Wellness Berdasarkan Inspirasi dari Peirasmos dan Pain

Spiritual Wellness Berdasarkan Inspirasi dari Peirasmos dan Pain

Oleh: Markus Hans Boone

Kita semua menghindari sakit. Tapi ternyata sakit merupakan hal yang tidak terhindarkan dalam pertumbuhan atau kesejahteraan (wellness). Keinginan untuk menghindari sakit bisa menjadi suatu kondisi yang menyebabkan kita menjadi tidak sehat. Oleh sebab itu salah satu hal yang penting untuk disadarkan bahwa ìkesakitanî (pain) itu tidak  selalu jahat, sickness itu yang cenderung jahat. Dalam artian pain yang mendatangkan kesehatan/kebaikan/wellness adalah sesuatu yang harus dialami bahkan dikejar jika ingin mendapatkan wellness. 

Beberapa inspirasi dari Alkitab akan mendukung argumentasi ini.
- Adam harus merasakan derita sendirian selesai mengadakan analisa terhadap binatang-binatang. Dari sana barulah  TUHAN Allah memberikan Hawa.
 
- Abraham melewati berbagai macam kesulitan, keputusasaan ketika menantikan janji Tuhan digenapi, yaitu kelahiran Ishak. Bahkan setelah ada Ishak malah pernah diminta untuk dikorbankan. Ada rasa tidak nyaman, sakit di sana. 

- Tuhan Yesus Kristus juga melewati jalur yang sama, lahir sebagai anak orang miskin, dimusuhi oleh pemuka-pemuka, dan menderita sengsara serta penyaliban. Tapi semua penderitaan itu mendatangkan kebaikan. (ingat bahwa Yesus bisa melepaskan diri dari semua kesulitan tersebut dengan kuasa-Nya, tapi Dia tidak melakukannya, hal ini mendukung kesimpulan bahwa kesakitan adalah bagian dari wellness).

- Rasul Paulus juga mengatakan bahwa dunia dan orang percaya dalam kesakitan bersalinî, namun ìAllah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi semua orang yang mengasihi Dia. Segala sesuatu menunjukkan bahwa termasuk kejadian dan kondisi yang tidak menyenangkan atau painful, tap itu mendatangkan kebaikan. 

     Rasul Yakobus menuliskan, anggaplah sebagai suatu kebahagiaan jika jatuh ke dalam pencobaan. Ajaran tersebut tercatat di surat Yakobus 1: 2-8. Kata pencobaan adalah terjemahan dari kata Yunani peirasmos yang sebenarnya memiliki dua arti yaitu ujian/tes dan juga pencobaan/godaan. Jadi peirasmos sebenarnya bisa diterjemahkan secara lebih netral yaitu sebagai trials/kesulitan. Ujian biasanya mendatangkan kesulitan buat kita yang mengerjakannya, tapi akhirnya membuat kita berpikir dan berusaha sebaik-baiknya untuk menyelesaikannya, sehingga selesai ujian kita menyadari bahwa kita menjadi lebih baik kemampuannya. Tapi ujian yang sulit bisa juga membuat seseorang takut, menyerah dan akhirnya melakukan kecurangan, misalkan mencontek, yang akhirnya kesulitan itu membuat kita diskors, didenda bahkan tidak lulus. 

Secara singkat apakah yang dapat kita pelajari dari beberapa bagian Alkitab, khususnya dari Yakobus 1:2-8 tentang spiritual wellness. 

1. Anggap kebahagiaan jika menghadapi kesulitan (ay.2) Ada orang yang cenderung terang, ada yang cenderung gelap; alias ada yang cenderung optimis, ada yang cenderung pesimis. Tapi peranan pikiran dan perasaan kita harus diarahkan untuk ìbahagiaî. Perkataan motivator dan psikolog pada saat ini tentang ìgelas setengah terisi atau setengah kosongî bukanlah sesuatu yang salah. Yang hebat dari Alkitab adalah, ratusan abad sebelum motivator dan psikologi menyatakan pentingnya positive thinking, Alkitab sudah menyatakannya terlebih dahulu.
Kita bisa menilai diri kita dengan half full or half empty, apakah kita lebih sering berkata yah saya kehilangan ataukah anda lebih sering berkata, yah saya memperoleh?

     Apakah anda lebih sering mengeluh atau menganalisa, apakah anda lebih melihat stumbling block atau stepping stone? Contohnya adalah anda lebih sering berkata, aduh gara-gara dia ini jadi susah, gara-gara itu saya bermasalah ataukah anda lebih sering berkata, dia buat saya kena masalah, lewat kejadian ini saya belajar untuk hati-hati terhadap orang seperti dia.

Ini priceless experience. Lebih baik tahu model orang kaya gitu sekarang daripada nanti.Bagian untuk mengubah pikiran dan perasaan seperti di atas bukanlah hal yang menyenangkan. Itu adalah hal yang menyakitkan, tidak menyenangkan. Kita merasa benci untuk belajar berpikir dan merasa seperti itu (bahasa kerennya, I am sick of it). 

2. Ketekunan (ay.3)
     Hal yang menyakitkan berikut adalah melakukannya secara tekun. Melakukannya satu dua kali anggaplah sebagai kebahagiaan itu saja sudah sulit dan menyakitkan. Apalagi melakukannya secara tekun selama berhari-hari dan juga mengaplikasikannya ke dalam berbagai aspek hidup. 

     Sayangnya ketekunan untuk melakukan hal yang berguna bagi wellness adalah bagian yang tidak terpisahkan dari pencapaian wellness.  
Semua latihan yang mendatangkan wellness hampir selalu membutuhkan ketekunan. Kita melihat financial wellness membutuhkan ketekunan untuk mengelola dana dan investasi secara tekun. Physcial wellness membutuhkan ketekunan untuk setiap hari berolahraga. Demikian juga spiritual wellness membutuhkan ketekunan yang sama. 

3. Meminta hikmat dengan teguh beriman. (ay.4-8)
     Tuhan memberikan pengertian yang mendalam terhadap Yakobus, sehingga dia dapat mengantisipasi bahwa banyak orang yang akan mengalami kesulitan untuk menghadapi kesulitan (peirasmos) dengan baik. Sehingga diberikan satu tip penting yaitu untuk meminta hikmat kepada Tuhan dengan iman yang teguh. 
Ketekunan saja tidak cukup, kadangkala kita membutuhkan kekuatan ekstra, pengetahuan ekstra dan dorongan ekstra. Oleh sebab itu, orang percaya jangan malu untuk memintanya kepada Tuhan. Spiritual wellness sangat tergantung dari anugerah Tuhan dalam hidup kita. Kadangkala kita tidak mendapatkan kebugaran spiritual karena ada halangan atau kesalahan yang kita lakukan. Tidak jarang kita temukan ada orang yang bahagia dan tekun berolahraga, tapi kemudian kita temukan mereka ternyata jadi sakit (keseleo, saraf terjepit, sakit jantung). Hal ini kerap kali disebabkan karena ternyata ada kesalahan yang dilakukan berulang-ulang dan mereka tidak meminta bantuan atau arahan dari orang yang lebih profesional (misalkan olahraga tanpa perenggangan, pemanasan dan pendinginan akan berakibat buruk setelah bertahun-tahun). 
Jadi janganlah kita berhenti terus meminta bimbingan Tuhan, baik lewat Kitab Suci, bimbingan profesional rohani, buku-buku yang bermutu, serta tentu saja tukar pikiran dengan teman-teman kelompok kecil. 

4. Relasi dengan Tuhan. (ay.13-15)
     Spiritual wellness bermuara dari relasi dengan Tuhan sendiri. Jika kita tidak akrab dan tidak semakin bertumbuh dalam pengenalan akan Dia maka tentu saja akan sulit untuk mencapai spiritual wellness. Yakobus mengingatkan para pembaca agar dengan sepenuh hati dan terbuka (tidak munafik) untuk terus berelasi, berbincang, berdiskusi dengan Tuhan. Alasan Yakobus dalam ayat 13-15, dan 17, bahwa Tuhan itu terang, baik dan tidak bisa dicobai oleh siapa pun, serta tidak ada ìpertukaranî yaitu bukan Tuhan yang bisa kadang baik dan kadang jahat. Tuhan tidak berniat jahat terhadap kita ketika kita menghadapi peirasmos, itu adalah kesempatan yang diberikan supaya kita menjadi lebih baik, lebih kuat, lebih berguna baik Tuhan dan sesama. 
     Yakobus juga mengingatkan kita untuk  tidak ìoccupiedî dengan kesulitan saya. Artinya jangan terfokus kepada kesulitan kita, bawalah setiap kesulitan dalam percakapan yang serius tapi santai dengan Tuhan. Waktu kita melalukan praktik rohani bercakap dengan Tuhan (khususnya dalam keheningan) akan menolong kita untuk keluar dari perasaan mengasihani diri sendiri (self-pity) dan menerima kesegaran dari Tuhan. 

     Akhir kata, ada kutipan dari seorang pendeta gereja Ortodoks Timur, ìHarapkanlah kesulitan itu datang.î Bukannya berarti kita menjadi orang yang paranoid juga sih, tapi ekspektasi yang realistis.  Jangan kaget waktu kesulitan datang, karena itu pasti datang. Dalam dunia bela diri, selalu siaga dan sadar bahwa sewaktu-waktu akan ada serangan adalah hal yang benar. Dalam dunia investasi (saham, valas), selalu siap dan siaga bahwa bisa tiba-tiba ada ìbearishî (alias penurunan nilai) yang menyulitkan pergerakan investasi dan mendatangkan kerugian. Waktu kita menerima bahwa dunia ini banyak peirasmos (trials/kesulitan) maka kita menempatkan ekspektasi kita pada level yang tepat Siap untuk menyambar kesempatan dan naik tinggi, tapi juga siap untuk disambar masalah, terjatuh, kaget, lalu bangun lagi. Tapi jika kita berekspektasi bahwa dunia ini adalah surga, yang mana harus selalu baik terhadap kita, yang selalu adil dan juga mudah, maka kita akan sangat mudah kehilangan spiritual wellness kita. 

Share