Pengantar Disiplin Spiritual

    "Makna dari keberadaan duniawi bukanlah, seperti yang biasa kita pikirkan, dalam kemakmuran, melainkan dalam perkembangan jiwa." (Alexander Solzhenitsyn)

Bulan lalu, kita menjelajahi kesejajaran yang mendalam antara melatih tubuh fisik dan melatih jiwa spiritual: kedua "fisik" tersebut akan berhenti bertumbuh saat kurangnya digunakan; semakin kuat dan lincah saat dilatih; membutuhkan rasa sakit, usaha, beban, dan perlawanan untuk dapat bertumbuh; dan hanya dapat diasah melalui latihan yang konsisten dan terus-menerus.

Setiap orang akrab dengan jenis latihan yang diterapkan dalam melatih tubuh: senam, lari, bersepeda, angkat beban, peregangan, plyometrics (latihan-latihan atau ulangan yang bertujuan menghubungkan gerakan kecepatan dan kekuatan untuk menghasilkan gerakan-gerakan eksplosif - Red.), dll..

Namun, apakah yang menjadi "barbel" dan "push-up" untuk membangun kekuatan spiritual? Latihan apa yang bisa diterapkan untuk melatih jiwa?

Apakah Disiplin Rohani Itu?

    "Kebutuhan yang sangat mendalam saat ini bukanlah agar ada lebih banyak orang cerdas, atau orang-orang berbakat, melainkan lebih banyak orang-orang yang mendalam." (Richard J. Foster)

Disiplin rohani adalah kebiasaan, praktik, dan pengalaman yang dirancang untuk mengembangkan, menumbuhkan, dan memperkuat kualitas roh tertentu -- untuk membangun "otot" karakter seseorang dan memperluas keluasan kehidupan batin seseorang. Mereka menyusun "latihan" yang melatih jiwa. Beberapa disiplin rohani bersifat pribadi, yaitu latihan batin yang dilakukan sendiri, sedangkan yang lain membutuhkan hubungan interpersonal dan dipraktikkan dalam komunitas.

Sepanjang sejarah, banyak filsuf, teolog, dan penulis telah mengusulkan sejumlah praktik yang dapat dianggap sebagai disiplin rohani. Ini mencakup:

  •  Meditasi
  • Doa
  • Puasa
  • Kesederhanaan
  • Persekutuan
  • Menulis Jurnal
  • Kesucian
  • Penatalayanan
  • Ketundukan/Ketaatan
  • Studi
  • Penginjilan
  • Kontemplasi
  • Pengakuan
  • Penyendirian
  • Rasa syukur
  • Pemeriksaan Diri
  • Kesunyian
  • Perayaan

Kami telah memilih delapan dari disiplin rohani tersebut sebagai yang paling penting bagi manusia pada zaman modern dan mencakup berbagai sistem kepercayaan, dan yang menggabungkan beberapa disiplin lain di dalamnya. Seri ini akan mengeksplorasi delapan hal ini sebagai empat pasangan yang saling melengkapi:

  •  Studi dan Pemeriksaan Diri
  • Keheningan dan Kesendirian
  • Kesederhanaan dan Puasa
  • Rasa Syukur dan Pelayanan

Apakah Disiplin Rohani Diperuntukan bagi Saya?

    "Mungkin di suatu tempat di ruang bawah tanah hidup Anda, Anda telah mendengar panggilan untuk menjalani hidup yang lebih dalam dan lebih penuh. Anda sudah lelah dengan pengalaman berbusa dan pengajaran yang dangkal. Sesekali Anda melihat kilasan, petunjuk tentang sesuatu yang lebih dari yang Anda ketahui. Dalam hati, Anda rindu untuk meluncur ke kedalaman." (Richard J. Foster)

Disiplin rohani berkembang dari gereja Ortodoks dan gereja Katolik awal, khususnya dalam ordo monastik mereka, dengan penekanan pada praktik pertapaan. Akan tetapi, disiplin rohani juga telah diadopsi secara luas oleh denominasi Protestan.

Meskipun gagasan "disiplin rohani" didefinisikan dan dikategorikan seperti itu, dikaitkan dengan tradisi Kristen, banyak dari disiplin itu sendiri bersifat umum untuk semua agama di dunia, serta sekolah filosofis semacam Stoisisme. Disiplin-disiplin itu dapat dipraktikkan tidak hanya oleh orang-orang dari setiap tradisi kepercayaan, tetapi juga oleh mereka yang sama sekali tidak mendukung kepercayaan apa pun.

Kaum teis akan melihat jiwa yang ingin mereka latih sebagai esensi yang diciptakan secara abadi; kaum non-teis mungkin hanya melihatnya sebagai kapasitas pikiran yang lebih tinggi atau kehendak manusia. Mereka yang memiliki sistem kepercayaan yang berbeda juga akan melihat alasan dan tujuan disiplin rohani dengan cara yang berbeda. Akan tetapi, ada banyak tumpang tindih untuk semua, terutama dalam hal "mekanika" praktiknya. Oleh karena itu, seri ini akan berusaha menggambarkan potensi tujuan, manfaat, dan penerapan disiplin tersebut secara inklusif, praktis, tetapi tetap bermakna.

Jadi, jika ada sesuatu tentang memiliki kehidupan batin yang lebih dalam dan lebih kaya yang menarik, maka disiplin rohani (dan seri ini) adalah untuk Anda.

Jika ada sesuatu yang menggerakkan hati Anda setiap kali Anda mendengar kata-kata, seperti kesendirian, keheningan, dan kesederhanaan, disiplin rohani adalah untuk Anda.

Jika Anda diganggu oleh perasaan gelisah bahwa pasti ada lebih banyak hal dalam hidup daripada keberadaan Anda sehari-hari, disiplin rohani adalah untuk Anda.

Jika ada bagian dari Anda yang merasa secara aneh tertarik pada kehidupan pertapaan monastisisme -- yang mendambakan untuk menjadi semacam pejuang biarawan, meskipun Anda sebenarnya tidak ingin pergi dan tinggal di biara -- disiplin rohani merupakan hal paling pasti untuk Anda.

Apa Tujuan Disiplin Rohani?

    "Jangan tanyakan kepada saya di mana saya tinggal dan apa makanan yang saya sukai. Tanyakan kepada saya untuk apa saya hidup dan apa yang menurut saya menghalangi saya untuk hidup sepenuhnya untuk itu." (Thomas Merton)

Hanya ada sangat sedikit makna dalam latihan fisik itu sendiri -- jumping jacks (salah satu variasi olahraga kardio yang bisa dilakukan oleh siapa saja - Red.) atau squat (latihan kekuatan dinamis yang membutuhkan beberapa otot di tubuh bagian bawah, serta bagian atas untuk bekerja sama - Red.) hanyalah gerakan dan kontraksi otot; tujuan keduanya adalah pada apa yang mereka hasilkan: kebugaran dan kekuatan. Demikian juga, latihan rohani adalah sarana untuk mencapai tujuan. Maknanya tidak ditemukan dalam praktik itu sendiri, tetapi dalam kekuatan dan pertumbuhan yang mereka ciptakan dalam jiwa.

Sifat kekuatan ini mengambil banyak bentuk (yang dikembangkan ke tingkat yang lebih besar dan lebih kecil, tergantung pada disiplin rohani tertentu yang dipraktikkan), tetapi umumnya mencakup peningkatan kemampuan seseorang untuk:

  •  Menunda kepuasan
  • Menerima wawasan
  • Mendengarkan suara Allah/batinnya
  • Membuat keputusan yang lebih baik
  • Tetap terpusat dan tidak terpengaruh oleh peristiwa eksternal
  • Menunjukkan keberanian moral
  • Menjauh dari gangguan
  • Merasakan kedamaian batin
  • Berperilaku tidak egois
  • Bertindak dengan kebijaksanaan praktis
  • Mengikuti arah tujuan orang itu sendiri
  • Tabah menanggung kesulitan
  • Membangun kebiasaan baik
  • Menaklukkan bagian terburuk dari diri sendiri

Jika Anda memulai program latihan fisik apa pun, Anda akan meningkatkan kesehatan Anda. Akan tetapi, orang-orang yang paling sukses menjadikan olahraga sebagai kebiasaan, yang mengikuti program dan melihat hasil nyata -- transformasi signifikan dalam bakat fisik dan jasmani mereka -- adalah mereka yang memiliki tujuan lebih tinggi daripada sekadar "kesehatan yang lebih baik". Tanpa tujuan yang lebih tinggi semacam ini -- keinginan untuk mencapai PR (personal record atau rekor pribadi) tertentu, menjalankan perlombaan tertentu, bisa bersama-sama dengan anak -- motivasi yang diperlukan untuk menyelesaikan latihan rutin dengan mudah diatasi oleh entropi dan kesibukan hidup sehari-hari. Tanpa tujuan yang lebih menjiwai, latihan fisik bisa tampak kurang penting -- pekerjaan membosankan yang sia-sia, yang tidak sepadan dengan waktu dan usaha untuk melakukannya. Dengan tujuan yang lebih tinggi, latihan masih membutuhkan usaha, tetapi peserta mendorong dirinya lebih keras, dan dengan lebih senang, bahkan dengan sukacita.

Demikian juga, melakukan disiplin rohani dengan keinginan sederhana untuk meningkatkan kesehatan jiwa secara umum pasti akan menghasilkan sesuatu dari efek yang diinginkan. Akan tetapi, efek ini akan jauh lebih kecil, dan penerapan disiplin akan jauh lebih sulit untuk dipatuhi, daripada jika hal itu diterapkan dengan tujuan yang lebih tinggi dalam pikiran. Cukup sulit untuk menemukan waktu dalam sehari guna menjalani kebiasaan seperti itu, bahkan ketika Anda memiliki kejelasan dari penyebabnya. Tanpanya, aktivitas yang membutuhkan disiplin pasti akan mengalami kegagalan bagi yang tidak memilikinya, seperti berselancar di ponsel dan melihat Netflix.

Bagi banyak penganut agama Abraham, di mana Allah mewajibkan pengikut-Nya melakukan perbuatan baik, tujuan yang lebih tinggi dari disiplin rohani itu jelas: mengikuti perintah ini dan menjalani kehidupan yang tidak berdosa dan lebih suci.

Bagi orang Kristen yang percaya dengan keselamatan hanya oleh anugerah, disiplin rohani bukanlah cara untuk mendapatkan jalan ke surga, tetapi lebih merupakan sarana untuk menempatkan diri pada posisi untuk lebih sepenuhnya menerima anugerah itu. Seperti yang dikatakan Richard J. Foster dalam "Celebration of Discipline":

    "Disiplin memungkinkan kita menempatkan diri kita di hadapan Allah sehingga Dia dapat mengubah kita ... Kebenaran batin yang kita cari bukanlah sesuatu yang dicurahkan di atas kepala kita. Allah telah menetapkan Disiplin kehidupan rohani sebagai sarana yang darinya kita menempatkan diri di mana Dia dapat memberkati kita.

    Dalam hal ini, akan tepat untuk berbicara tentang 'jalan anugerah yang didisiplin'. Ini adalah 'anugerah' karena sifatnya cuma-cuma; ini merupakan 'disiplin' karena ada sesuatu yang harus kita lakukan."

Atau, seperti yang ditulis Donald S. Whitney: "Meskipun Allah akan memberikan keserupaan dengan Kristus kepada kita ketika Yesus kembali, sampai saat itu tiba, Dia bermaksud agar kita bertumbuh ke arah sana. Kita tidak hanya menunggu kekudusan; kita harus mengejarnya."

Bagi seorang ateis atau agnostik, tujuan mereka yang lebih tinggi mungkin untuk menjalani kehidupan yang berkembang sepenuhnya: untuk dapat mengenal diri sendiri, menikmati hubungan yang sehat, menemukan makna dalam pekerjaan, dan menjadi teman, suami, ayah, dan laki-laki yang lebih bahagia serta lebih perhatian.

Salah satu tujuan yang sangat menarik untuk mempraktikkan disiplin rohani, yang mungkin disetujui oleh hampir semua orang, adalah hal ini: belajar bagaimana mengatur kasih kita dengan benar.

Dalam tulisannya, Santo Agustinus berpendapat bahwa kebajikan pada dasarnya adalah "kasih yang tertata dengan benar," dan bahwa dosa, sebaliknya, adalah kasih yang tidak pada tempatnya:

    "Tetapi menjalani kehidupan yang adil dan suci menuntut seseorang untuk mampu menilai sesuatu secara objektif dan tidak memihak: mencintai sesuatu dalam tatanan yang benar sehingga Anda tidak mencintai apa yang tidak untuk dicintai; atau gagal untuk mencintai apa yang seharusnya dicintai; atau memiliki cinta yang lebih besar untuk apa yang seharusnya kurang dicintai; atau cinta yang setara untuk hal-hal yang seharusnya lebih kurang atau lebih besar untuk dicintai; atau cinta yang lebih kecil atau lebih besar untuk hal-hal yang seharusnya dicintai secara setara."

Jika Anda mengatakan bahwa Allah adalah yang paling Anda kasihi dalam hidup, tetapi Anda menghabiskan 2 jam setiap hari di media sosial dan hanya 5 menit untuk membaca Alkitab, Anda sesungguhnya lebih mengasihi Instagram daripada Allah. Jika Anda mengatakan bahwa Anda mengasihi keluarga Anda lebih dari pekerjaan Anda, tetapi Anda terus mengatakan "ya" untuk jam lembur yang tidak perlu di tempat kerja, Anda sesungguhnya lebih mengasihi pekerjaan daripada keluarga Anda. Jika Anda mengatakan bahwa Anda menyukai persahabatan yang ideal, tetapi Anda menolak seorang kenalan yang kutu buku agar terlihat lebih keren di depan teman-teman Anda, Anda sesungguhnya lebih menyukai popularitas daripada persahabatan. Kasih Anda tidak pada tempatnya.

Tujuan melatih jiwa, yaitu menerapkan disiplin rohani, adalah untuk menyelaraskannya dengan benar.

Santo Ignatius terkenal karena menulis sebuah buku yang secara umum dikenal sebagai "The Spiritual Exercises" (Latihan Rohani - Red.). Namun judul aslinya adalah: "Spiritual Exercises to Overcome Oneself, and to Order One's Life, Without Reaching a Decision Though Some Disordered Affection" (Latihan Rohani untuk Mengatasi Diri Sendiri, dan Menata Kehidupan Seseorang, Tanpa Mencapai Suatu Keputusan Meski dengan Beberapa Kasih yang Tidak Tertata - Red.)

Judulnya sangat panjang, tetapi mungkin merupakan ringkasan terbaik dari tujuan akhir disiplin spiritual.

Bukankah Spiritualitas Seharusnya Bersifat Spontan?

    "Apakah Anda kurang menghormati natur Anda sendiri dibanding yang dilakukan pengukir pada ukiran, penari pada tarian, orang kikir pada uang, atau pemanjat sosial untuk status? Ketika mereka benar-benar dirasuki oleh apa yang mereka lakukan, mereka lebih baik berhenti makan dan tidur daripada menghentikan karya mereka." (Marcus Aurelius)

Akhir-akhir ini, sangat populer bagi orang-orang untuk mengatakan bahwa mereka "spiritual, tetapi tidak religius". Ini biasanya berarti bahwa mereka masih melihat makna hidup yang lebih dalam, bahkan transenden, tetapi tidak ingin pandangan dan pengejaran mereka terkungkung oleh aturan institusional dan dogma, doktrin, dan tradisi yang kaku. Pemikiran akan spiritualitas pribadi harus benar-benar lepas dan bebas, dibiarkan berkeliaran dan menjelajah ke mana pun seseorang menginginkannya. Spiritualitas harus spontan.

Meskipun ide ini terdengar bagus secara teori, tetapi kenyataannya jauh lebih buruk. Paradoks dari bukan hanya spiritualitas, tetapi juga semua upaya kreatif adalah bahwa semakin seseorang mendisiplinkan bakat dan keinginannya, semakin bebas dan spontan dirinya.

Seseorang yang baru mulai belajar memainkan alat musik hanya bisa terbata-bata bermain dengan lembaran musik di tangannya, kemudian hanya memainkan sejumlah nada dasar yang sangat terbatas. Namun, seorang musisi yang telah menghabiskan ribuan jam untuk menguasai instrumennya dapat memainkan berbagai lagu yang indah dan menakjubkan, dan dapat mengimprovisasi musiknya sendiri. Disiplin telah membebaskan seninya.

Sama seperti seorang musisi pemula yang harus berlatih tangga nada sebelum memainkan konserto klasik, Anda harus melatih dasar-dasar rohani jika Anda ingin jiwa Anda mampu menghasilkan keindahan yang luar biasa, berimprovisasi pada keputusan moral yang tepat, pada waktu yang tepat, untuk alasan yang tepat. Sukacita menanti siapa saja yang ingin menguasai suatu keahlian, termasuk keahlian jiwa. Akar Latin dari kata "disiplin" sebenarnya menelusuri kata-kata seperti "instruksi" dan "pengetahuan" dan itulah yang pada dasarnya merupakan disiplin rohani: kursus pembelajaran. Semakin banyak pengetahuan jiwa Anda bertumbuh, semakin bebaslah Anda: bebas dari kecanduan kesenangan yang dangkal, bebas dari egoisme, bebas dari mengikuti bujukan iklan dan "keharusan" orang lain, bebas dari gangguan pikiran dan selera yang menyabotase tujuan kita yang lebih tinggi -- bebas dari tirani yang merupakan bagian terburuk dari diri kita sendiri.

Berikut analogi lainnya. Penulis John Guest membandingkan "seorang 'spontan' yang mengabaikan perlunya disiplin" dengan "petani yang pergi mengumpulkan telur":

    "Saat dia berjalan melintasi halaman peternakan menuju kandang ayam, dia melihat pompanya bocor. Jadi, dia berhenti untuk memperbaikinya. Kandang itu perlu mesin pencuci baru, jadi dia pergi ke gudang untuk mengambilnya. Tapi, dalam perjalanan, dia melihat bahwa loteng jerami perlu diluruskan, jadi dia pergi untuk mengambil garpu rumput. Di sebelah garpu rumput, tergantung sapu yang gagangnya patah. 'Aku harus membuat catatan untuk diriku sendiri untuk membeli gagang sapu saat aku pergi ke kota,' pikirnya. ... Sekarang, sudah jelas bahwa petani itu tidak akan mengumpulkan telurnya atau mencapai hal lain yang ingin dia lakukan. Dia benar-benar, sangat spontan, tetapi dia hampir tidak bebas. Dia adalah tawanan dari spontanitasnya yang tak terkendali. Faktanya, disiplin adalah satu-satunya jalan menuju kebebasan; itu adalah konteks yang diperlukan untuk spontanitas."

Spiritualitas/kerohanian tanpa disiplin bergerak dalam keadaan yang tidak menguntungkan; itu bersifat sporadis, tergantung pada perasaan yang berfluktuasi dan keadaan eksternal. Ini membutuhkan sedikit usaha atau tidak membutuhkan usaha sama sekali, tetapi juga menghasilkan sedikit pertumbuhan yang berkelanjutan atau tidak menghasilkannya sama sekali, dan dengan demikian menghasilkan sedikit buah atau tidak menghasilkannya sama sekali.

Hal ini berlaku untuk orng-orang yang "spiritual tetapi tidak religius" sebagaimana itu juga berlaku bagi mereka yang menganggap diri mereka religius, atau setidaknya secara nominal mengadopsi ornamen iman. Mereka mungkin pergi ke gereja setiap minggu, bahkan mungkin berdoa setiap malam, tetapi kerohanian mereka hampir stagnan selama bertahun-tahun. Mereka melakukan gerakan, tetapi tidak benar-benar mendisiplinkan diri mereka sendiri, dan dengan demikian hanya menghasilkan buah yang paling sederhana. Mereka seperti orang-orang di atas yang "berolahraga" tanpa tujuan nyata, dan tanpa banyak usaha. Mereka mungkin sedikit lebih sehat, tetapi fisik mereka terlihat persis sama seperti 2 tahun lalu ketika mereka pertama kali bergabung dengan pusat kebugaran.

Agar jiwa menjadi kuat, ia harus dilatih dengan cara yang konsisten dan disengaja. Sama seperti otot fisik Anda, ia membutuhkan sesuatu untuk didorong, ia membutuhkan perlawanan. Jika Anda benar-benar ingin roh Anda dapat membubung pada ketinggian petualang dan menjelajahi kedalaman terdalam, jika Anda benar-benar ingin memiliki kekuatan -- jika Anda benar-benar ingin bebas -- secara paradoks itu membutuhkan beberapa struktur/kerangka. Itu memerlukan disiplin.

Bagaimana Seharusnya Saya Melakukan Pendekatan terhadap Disiplin Rohani?

    "Disiplin spiritual, dengan demikian, mengembangkan refleks jiwa sehingga kita tahu bagaimana caranya untuk hidup. Kita mendisiplinkan diri kita untuk mengembangkan memori jiwa pada waktu-waktu yang normal sehingga kita akan diperlengkapi untuk saat-saat dengan tuntutan tinggi atau krisis yang mendalam." (Douglas Rumford)

Anda mungkin tidak asing dengan disiplin dalam setidaknya satu, dan mungkin beberapa bidang kehidupan Anda. Anda mendisiplinkan diri untuk lulus dari perguruan tinggi. Anda mendisiplinkan diri untuk berhasil dalam tim olahraga. Anda mendisiplinkan diri untuk belajar memainkan alat musik, atau berbicara bahasa asing. Anda mendisiplinkan diri untuk pergi ke pusat kebugaran setiap hari. Anda mendisiplinkan diri sendiri untuk maju di tempat kerja. Anda tahu bahwa untuk menguasai suatu program studi, menurunkan berat badan, dan mencapai apa yang Anda inginkan dalam hidup, Anda harus berusaha. Anda harus mendedikasikan waktu untuk pengejaran. Anda harus berkorban.

Namun, Anda mungkin tidak pernah berpikir banyak tentang mendisiplinkan diri sendiri secara rohani. Akan tetapi, hukum abadi yang sama, yang mendasari semua pengejaran lain dalam hidup, mendasari pertumbuhan dan perkembangan jiwa Anda.

Anda tidak dapat berharap bahwa keadaan, entah bagaimana, akan secara alami membentuk jalannya dan mengasah kekuatannya. Anda tidak bisa hanya memerhatikan jiwa saat perasaan Anda mendiktenya.

Keputusan untuk melatih jiwa harus dipilih secara sengaja, kemudian diterapkan secara konsisten. Kegigihan sangatlah penting.

Sama seperti Anda (semoga) mengukir waktu setiap hari untuk melatih tubuh Anda, Anda harus menjadikan disiplin rohani sebagai bagian yang hampir tidak dapat diubah dari jadwal Anda.

Sama seperti ketika Anda memutuskan untuk pergi ke pusat kebugaran, bahkan ketika Anda tidak menyukainya, Anda selalu merasa luar biasa di akhir sesi latihan Anda, daripada hanya menunggu untuk merasa melatih jiwa Anda, Anda akhirnya tetap harus melakukannya, sambil mengetahui bahwa emosi/perasaan akan mengikuti.

Sama seperti satu latihan pada awal bulan tidak akan menopang kekuatan Anda sepanjang bulan itu, Anda harus melatih jiwa Anda secara teratur.

Dan, seperti atlet angkat besi pemula yang perlu mempelajari latihan terbaik untuk membangun kekuatan, dan bagaimana melakukannya untuk efektivitas maksimum, Anda harus mempelajari disiplin rohani yang teruji waktu, yang paling baik melatih dan menumbuhkan jiwa.

Untuk disiplin khusus semacam itu, kita akan beralih pada bulan-bulan mendatang. (t/N. Risanti)


Diterjemahkan dari:
Nama situs: The Art of Manliness
Alamat situs: https://www.artofmanliness.com/articles/introduction-spiritual-disciplines/
Judul asli artikel: An Introduction to the Spiritual Disciplines
Penulis artikel: Brett dan Kate McKay

Share