Apa Itu Disiplin Rohani?

Tony: Minggu ini, telah hadir bersama kita adalah Don Whitney, profesor bidang Kerohanian Alkitabiah sekaligus wakil dekan Sekolah Teologi di Seminari Teologi Baptis Selatan di Louisville. Dia dikenal karena menulis buku klasiknya, "Spiritual Disciplines for the Christian Life" (Disiplin Rohani untuk Kehidupan Kristen), yang awalnya diterbitkan pada 1991, kemudian direvisi dan diperluas pada 2014 hingga bentuknya yang sekarang. Don juga merupakan penulis buku baru dari Crossway yang berjudul "Praying the Bible" (Mendoakan Alkitab). Kita akan berbicara lebih banyak tentang buku tersebut nanti. Dr. Whitney, terima kasih atas waktu yang Anda berikan.

Don: Bisa bergabung dalam podcast ini merupakan hak istimewa yang luar biasa dan suatu kehormatan bagi saya, Tony. Terima kasih sudah mengundang saya.

Tony: Tentu saja. Tahun 2016 telah tiba, dan tahun baru membawa minat baru dalam berbagai disiplin, khususnya disiplin rohani. Tanggal 1 Januari adalah tanggal yang baik untuk mengatur ulang praktik kerohanian kita. Jadi, untuk minggu pertama dalam tahun baru ini, saya ingin bertanya kepada Anda tentang lima pertanyaan umum yang sering kita tanyakan seputar disiplin rohani. Karena itu, kita akan mulai secara luas dengan pertanyaan pertama berikut: Secara umum, apa itu disiplin rohani?

Don: Disiplin rohani adalah praktik-praktik yang ditemukan dalam Kitab Suci, yang mendorong pertumbuhan rohani dalam Injil Yesus Kristus di tengah orang percaya. Itu mencakup kebiasaan devosi, kebiasaan kekristenan bersifat pengalaman, yang telah dipraktikkan oleh umat Allah sejak zaman Alkitab. Saya menjelaskannya dengan 6 aspek kunci.

1. Pribadi dan Berkelompok

Pertama, Alkitab mencatat disiplin rohani untuk pribadi dan antarpribadi. Terdapat disiplin rohani yang kita praktikkan sendiri, dan yang kita praktikkan bersama-sama dengan orang Kristen lainnya. Sebagai contoh, kita harus berdoa sendiri. Itu merupakan disiplin rohani yang bersifat pribadi. Kita juga harus berdoa bersama dengan gereja. Itu merupakan disiplin rohani yang bersifat antarpribadi atau berjemaat.

Kita harus mempraktikkan keduanya karena Yesus mempraktikkan keduanya (kita bisa memberikan contoh dari Alkitab tentang itu) dan karena Alkitab mencatat tentang keduanya bagi kita. Karena itu, kita tidak boleh memandang kerohanian dan disiplin rohani sebagai sekadar sesuatu yang kita lakukan sendiri. Kita juga harus berinteraksi dengan orang lain dalam praktik disiplin rohani.

2. Melakukan dan Menghidupi

Karakteristik disiplin rohani yang kedua adalah bahwa hal-hal itu adalah kegiatan, bukan sikap. Disiplin adalah praktik. Disiplin rohani adalah hal-hal yang Anda lakukan. Disiplin rohani bukanlah kualitas karakter. Bukan juga kasih karunia. Bukan juga buah roh. Disiplin rohani adalah hal-hal yang Anda lakukan.

Anda membaca Alkitab. Itu adalah sesuatu yang Anda lakukan. Itu adalah disiplin rohani. Anda merenungkan Kitab Suci. Anda berdoa, berpuasa, beribadah, melayani, belajar, dan seterusnya. Hal-hal ini adalah kegiatan. Dan, tujuan dari mempraktikkan disiplin apa pun bukanlah untuk melakukannya sebanyak atau sesering mungkin, melainkan untuk menghidupinya: menjadi seperti Yesus, bersama-sama dengan Yesus. Namun, cara yang alkitabiah untuk dapat bertumbuh semakin serupa dengan Yesus adalah dengan melakukan disiplin yang rohani dan alkitabiah dengan didorong oleh motivasi yang benar.

Ayat kunci dalam semuanya ini adalah 1 Timotius 4:7, yang berkata, "Latihlah dirimu untuk hidup dalam kesalehan" (AYT). Itulah perbedaan antara melakukan dan menghidupi. Dan, disiplin rohani adalah tentang melakukannya. Anda bisa melakukannya seperti orang Farisi. Anda bisa melakukannya dengan motivasi yang salah. Namun, dengan didorong oleh motivasi yang benar, disiplin itu adalah hal-hal yang harus kita lakukan, supaya kita menjadi seperti Yesus, bersama-sama dengan Yesus.

3. Diteladankan dalam Alkitab

Deskripsi ketiga tentang disiplin rohani adalah bahwa kita berbicara tentang praktik-praktik yang diajarkan atau diteladankan dalam Alkitab. Alasan mengapa itu penting adalah karena jika tidak demikian, kita menjadi rentan untuk menyebut hal apa pun yang ingin kita lakukan sebagai disiplin rohani. Jadi, seseorang bisa saja berkata, "Berkebun adalah suatu disiplin rohani bagi saya," atau "Berolahraga adalah salah satu disiplin rohani saya," atau hobi atau kebiasaan menyenangkan apa pun lain yang bisa mereka anggap sebagai disiplin rohani.

Namun, yang menjadi masalah bagi saya adalah pemikiran semacam itu bisa menggoda seseorang untuk berkata, "Mungkin merenungkan Kitab Suci berhasil untuk Anda, tetapi berkebun juga sama berhasilnya bagi jiwa saya seperti halnya Alkitab bagi jiwa Anda." Jika segala sesuatu bisa menjadi disiplin rohani, itu akan menjadi masalah.

Masalah lain adalah akan tergantung pada kita untuk menentukan apa yang terbaik bagi kesehatan dan kedewasaan rohani kita daripada menerima hal-hal yang telah Allah singkapkan dalam Kitab Suci sebagai sarana untuk mengalami Allah dan bertumbuh dalam keserupaan dengan Kristus.

4. Didorong dalam Kitab Suci

Karakteristik disiplin rohani yang keempat adalah bahwa disiplin-disiplin yang ditemukan dalam Kitab Suci itu cukup untuk mengenal dan mengalami Allah serta bertumbuh dalam keserupaan dengan Kristus. Alkitab memberi tahu kita dalam 2 Timotius 3:16-17 yang terkenal bahwa "semua Kitab Suci dinapasi oleh Allah dan bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan, dan untuk mendidik dalam kebenaran. Dengan demikian, manusia milik Allah akan cakap dan diperlengkapi untuk setiap perbuatan baik" -- termasuk perbuatan baik untuk mengejar tujuan kesalehan, yaitu perbuatan baik untuk bertumbuh dalam keserupaan dengan Kristus. Kitab Suci cukup untuk itu.

Jadi, hal apa pun lainnya yang bisa diklaim orang tentang manfaat rohani dari praktik-praktik tertentu yang tidak terdapat dalam Alkitab -- sesuatu yang mungkin didorong oleh perkara rohani, kelompok rohani, atau pemimpin rohani lain, yang jika Anda melakukannya atau melakukan ini atau itu, Anda akan mengalami Allah, dan itu akan sangat berarti -- terlepas dari manfaat apa pun yang bisa diklaim orang dapat mereka nikmati karena praktik-praktik tersebut, setidaknya kita bisa mengatakan bahwa itu tidak perlu. Seandainya itu diperlukan untuk kedewasaan rohani dalam kesalehan dan kemajuan dalam kekudusan, hal itu tentu dapat ditemukan dan didorong dalam Kitab Suci.

5. Berasal dari Injil

Deskripsi kelima tentang disiplin rohani adalah bahwa hal-hal itu berasal dari Injil, bukan terpisah dari Injil. Jika dipraktikkan dengan benar, disiplin rohani akan membawa kita lebih dalam menuju kemuliaan Injil Yesus Kristus, bukan menjauh darinya seolah kita telah berpindah menuju tingkat kekristenan yang lebih tinggi.

"Injil adalah dasarnya. Sekarang, mari kita masuk ke dalam hal-hal yang sangat mendalam tentang Allah: disiplin rohani." Tidak, disiplin rohani berasal dari Injil, bukan terpisah darinya, dan hal-hal itu hanya membawa kita menuju pemahaman yang lebih mendalam tentang Injil.

6. Sarana, Bukan Tujuan Akhir

Karakteristik disiplin rohani yang terakhir adalah bahwa hal-hal itu merupakan sarana, bukan tujuan akhir. Tujuan akhirnya -- tujuan dari mempraktikkan disiplin-disiplin tersebut adalah kesalehan -- adalah "melatih diri untuk hidup dalam kesalehan" (1 Timotius 4:7, AYT).

Dengan demikian, kita tidak menjadi saleh hanya karena kita mempraktikkan disiplin-disiplin rohani. Itulah kesalahan besar orang Farisi. Mereka merasa bahwa dengan melakukan hal-hal ini, mereka menjadi saleh. Tidak, disiplin-disiplin itu adalah sarana menuju kesalehan. Dengan motivasi yang benar, disiplin-disiplin itu adalah sarana menuju kesalehan. (t/Odysius)


Diterjemahkan dari:
Nama situs: Desiring God
Alamat situs: https://desiringgod.org/interviews/what-are-spiritual-disciplines
Judul asli artikel: What Are Spiritual Disciplines?
Penulis artikel: Don Whitney

Share